Oleh:Ridho Aprilian Syahputra
UIN Raden Mas Said Surakarta
Beberapa tahun belakangan, isu perubahan iklim menjadi persoalan dunia yang dipandang perlu mendapatkan perhatian khusus. Efek negatif dari perubahan iklim mempengaruhi berbagai aspek kehidupan. Keadaan inilah yang melatarbelakangi lahirnya kampanye dalam negeri Net Zero Emission (NZE) 2060 yang mulai digaungkan secara masif dengan misi penggunaan energi hijau yang ramah lingkungan dan berkelanjutan salah satunya di bidang transportasi. Indonesia sendiri menjadi negara yang masuk kategori 20 negara paling berpolutan di dunia dengan menduduki peringkat 14 berdasarkan Laporan Kualitas Udara Dunia IQAir. Sebesar 50% penyumbang terbesar dari tingginya jumlah pengguna kendaraan bahan bakar konvensional khususnya di wilayah Ibu Kota Jakarta berdasarkan data KLHK Oktober 2024 lalu. Berbekal kekayaan sumber daya alamnya, Indonesia tentu berupaya untuk terus berbenah dan ikut berpartisipasi mewujudkan visi transisi energi hijau dengan menyerukan Net Zero Emission (NZE) 2060. Satu dari lima prinsip (NZE) 2060, mengamanatkan untuk mendorong transisi penggunaan energi bersih dan mengurangi konsumsi bahan bakar fosil melalui akselerasi penggunaan kendaraan Listrik (EV) yang rendah karbon secara massif dan berkelanjutan.
Apabila kita menakar untuk beberapa tahun kedepan, Indonesia memiliki peluang yang cerah untuk mewujudkan visi Net Zero Emission 2060 melalui sektor transportasi. Berkaca dalam beberapa tahun belakangan telah terjadi fenomena lonjakan jumlah pengguna kendaraan listrik yang rendah emisi karbon di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (GAIKINDO) mengungkapkan bahwa kinerja penjualan mobil listrik Indonesia pada periode Januari-Agustus 2024 menyentuh level 23.045 unit lebih tinggi 177,32% dibanding tahun 2023 yang hanya sebesar 8.310 unit saja. Terlebih pemerintah pada tahun 2019 telah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai untuk Transportasi Jalan yang tentu semakin memuluskan perusahaan produsen kendaraan listrik untuk memasarkan produknya di Indonesia.
Kendaraan listrik adalah kendaraan yang berbasis energi listrik sebagai bahan bakarnya. Kendaraan listrik sendiri memiliki dua model pertama Baterrry Electric Vehicle (BEV) dimana memanfaatkan listrik sebagai energi sepenuhnya dan model kedua Plug-In Hybrid Eelectric Vehicle (PHEV) dengan menggunakan energi hybrid, listrik sebagai bahan bakar dan separuhnya menggunakan bahan bakar fosil sebagai energi cadangan. Demi percepatan penggunaan kendaraan emisi rendah dan mendorong pertumbuhan ekonomi berkelanjutan di sektor otomotif, pemerintah saat ini telah memberlakukan insentif pajak PPN dan PPnBm kendaraan listrik tahun 2025.
Insentif pajak PPN dan PPnBm untuk kendaraan listrik diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 12 Tahun 2025. Secara lebih spesifik insentif ini berlaku dengan masa pajak periode Januari hingga Desember 2025 dengan beberapa ketentuan. Pertama PPN DTP EV, insentif ini adalah Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (DTP) yang dikenakan setiap pembelian mobil Listrik dengan kategori kendaraan dengan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sebanyak minimal 40% diberikan insentif 10% sedangkan TKDN sebanyak 20-40% diberi 5%. Kedua PPnBm DTP EV, insentif Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (DTP) dikenakan pada kendaraan listrik tergolong mewah baik impor maupun lokal sebesar 15%. Ketiga Pembebasan Bea Masuk sebesar 0% dikenakan atas Kendaraan Listrik impor dengan Complety Built Up (CBU) atau diimpor dalam kondisi utuh. Terakhir PPnBm DTP Hybrid, insentif Pajak Penjualan Nilai atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (DTP) yang diberikan pada mobil listrik hybrid sebesar 3%.
Insetif pajak ini diberikan dengan bersyarat, di mana pengenaanya hanya diberikan terhadap produsen kendaraan listrik yang telah mengantongi Surat Penetapan Kendaraan Rendah Emisi Karbon atau Low Carbon Emission Vehicle (LCEV) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian. Apabila hal tersebut memenuhi syarat maka akan diajukan ke Kementerian Keuangan untuk dikukuhkan sebagai penerima insentif. Adanya pemberian insentif ini merupakan langkah strategis pemerintah dalam mencapai visi Net Zero Emission 2060. Insentif pajak dapat membuat harga kendaraan listrik jauh lebih kompetitif sehingga meningkatkan daya beli masyarakat Indonesia lebih tertarik untuk beralih menggunakan kendaraan listrik karena harganya lebih terjangkau. Terlebih lagi biaya operasional bahan bakar dan cost perawatanya tergolong lebih efisien dibanding kendaraan konvensional karena memiliki komponen bergerak lebih sedikit dan dapat mengisi bahan bakar dari rumah.
Kendaraan listfrik baik electrical vehichle (EV) maupun hybrid memiliki emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan dengan kendaraan bahan bakar fosil pada umumnya. Mengingat saat ini masalah polusi udara di Indonesia yang disebabkan oleh tingginya konsumsi bahan bakar fosil menjadi pokok permasalahan utama khusunya di kawasan kota besar. Oleh karena itu melalui instrument ini dapat menjadi solusi dalam mengatasi permasalahan tersebut. Selain itu juga insentif pajak ini bermanfaat untuk mendongkrak penjualan kendaraan listrik sehingga dapat memacu pertumbuhan industri manufaktur otomotif kendaraan listrik di Indonesia. Dengan demikian adopsi penggunaan kendaraan Listrik dalam visi Net Zero Emission 2060 lebih realistis untuk diwujudkan.